Lima Langkah Mudah Menulis Puisi

Apresiasi | 18.53 | 0 komentar
LIMA LANGKAH MUDAH MENULIS PUISI


 Jika kamu dapat membayangkannya, maka kamu dapat mencapainya;
Jika kamu bisa memimpikannya, maka kamu bisa mewujudkannya.
(William Ward)



Pada bab sebelumnya Anda telah mempelajari beberapa teknik ekspresi dalam menulis puisi. Beberapa teknik itu dapat mempermudah para penulis (pemula) untuk memulai menulis puisi.
Pada hakikatnya penulis puisi (penyair) adalah seseorang yang berbicara kepada orang lain melalui puisi yang dihasilkannya. Dengan puisilah penyair berdialog, berbagi pengalaman dengan orang lain. Suminto A. Sayuti menjelaskan bahwa sesungguhnya puisi merupakan sarana pilihan penyair dalam membangun komunikasi dengan audiensnya. Dengan demikian penyair adalah orang yang mampu berbagi dengan orang lain dan berkesadaran penuh bahwa apa yang terjadi dalam kehidupannya bukanlah untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain. Di sinilah letak kelebihan seorang penyair dari yang lainnya yaitu mampu membangun komunikasi lewat larik-larik yang dituliskannya sehingga mampu menyapa, menegur, mengkritik, menasihati, menghimbau, menegakkan sesuatu yang dianggap benar, atau melakukan bentuk komunikasi lain sesuai dengan kebutuhannya tanpa dibatasi ruang dan waktu. Intinya, menulis puisi memberikan kebebasan kepada penulisnya untuk berekspresi.
Aktivitas seperti itu memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk bebas berkreasi, bebas berekspresi kepada siapa saja dan tentang topik apa saja. Ini merupakan tantangan yang hampir setiap orang dapat mewujudkannya. Sebuah aktivitas yang mengasyikan! Oleh karena itu wujudkanlah impian menjadi penulis dan jadilah seorang penulis muda produktif!
Untuk mewujudkan hal di atas, berikut ini akan diuraikan proses kreatif yang dialami penulis dan berangkat dari pendapat William Miller seperti dikutip Jakob Sumardjo yang diimplementasikan dalam bentuk tahap-tahap sederhana dan sistematis seperti tampak paparan berikut:

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah langkah awal yang perlu dilakukan oleh setiap penulis untuk menemukan gagasan, ide, dan topik lain yang muncul karena adanya ketertarikan penulis terhadap masalah yang akan ditulisnya. Pada tahap ini penulis telah mengetahui objek apa yang akan dituliskannya.
Kemampuan untuk menemukan objek atau bahan yang akan dikembangkannya dalam tulisan berbentuk puisi dapat diperoleh melalui kepekaan perasaan, penghayatan terhadap pengalaman dan fenomena yang dialami dan tentu saja sensitivitas terhadap realitas yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sensitivitas itulah yang akhirnya mampu menggiring penulis untuk menemukan objek yang akan ditulisnya berupa permasalahan yang dianggap menarik dalam pandangan pribadinya, dan layak diangkat sebagai sebuah topik tulisan, misalnya: penulis dapat menemukan gagasan tentang masalah kepedulian lingkungan, harga diri, cinta, kematian, kesemrawutan negeri, atau ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam tahap ini penulis berkesadaran penuh tentang apa (gagasan) yang akan ditulisnya, dan merancang bagaimana model pengembangan larik-larik puisinya.
2. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi adalah tahap yang berhubungan dengan suatu proses pemikiran penulis tentang gagasan yang telah diperolehnya. Pada tahap ini gagasan yang telah diperolehnya itu disimpannya, dan dimatangkan dalam pemikirannya. Jika beranalogi pada istilah biologi, inkubasi dapat berarti “proses penetasan telur”, inkubasi dapat diinterpretasikan sebagai masa tunas yang memerlukan pematangan agar mampu melahirkan hasil yang sesuai harapan.
Dalam konteks pematangan ini terjadi kontemplasi atau perenungan terhadap gagasan yang telah diperolehnya, sehingga dalam aktivitas keseharian yang dilakukan penulis dapat mewarnai pematangan gagasan tersebut, misalnya ketika istirahat, menunggui teman atau adik, menunggu antrian di tempat praktik dokter, menunggu hujan reda, atau aktivitas lain yang sudah menjadi bagian dari rutinitas kehidupan kita. Bisa jadi gagasan tersebut diperbarui, diberi sentuhan lain sehingga nuansa yang akan dikembangkannya nanti benar-benar hasil perenungan mendalam dan penulis berkeyakinan bahwa gagasan tersebut dapat menjadi sebuah objek yang “pas di hati” dan daya sugesti kata dalam larik-larik puisinya mampu melejitkan aura!

3. Tahap Inspirasi
Langkah ketiga adalah tahap inspirasi. Inspirasi itu sesuatu yang menggerakan hati untuk mencipta, untuk melahirkan sebuah karya.. Inspirasi ini dapat menjadi langkah awal dari proses kreatif penulis dalam melahirkan sebuah karya. Tahap ini berhubungan dengan pikiran (angan-angan) yang timbul dari hati dan mampu menggerakkan sensor pikiran kita untuk segera menuliskan bisikan hati (gagasan) tersebut. Ya, pada moment ini muncul desakan kuat untuk segera menulis yang tidak bisa ditunda lagi.
Beberapa pakar berpendapat bahwa tahap penting ini jangan sampai dibiarkan lewat tanpa makna. Mengapa? Sebab desakan kuat tersebut berhubungan dengan mood yang bagus, moment yang tepat, dan suasana yang mendukung proses terlahirnya sebuah karya kreatif. Jangan pernah kita lewatkan tahap penuh gairah ini.

4. Tahap Penulisan
Tahap ini adalah tahap melahirkan dan mengekspresikan semua gagasan yang sudah terkumpul dalam tahap-tahap sebelumnya. Secara eksplisit Jakob Sumardjo menegaskan bahwa jika saat inspirasi muncul maka segeralah lari ke meja tulis atau komputer atau segeralah ambil ballpoin dan segeralah menulis! Tuangkanlah gagasan yang telah ada, biarkan semua gagasan tersebut mengalir sederas mungkin dan termuntahkan dalam tulisan secara tuntas..
Yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah kita tidak perlu mengontrol tulisan. Jangan menilai tulisan pada tahap ini. Biarkan tulisan itu mengalir secara spontanitas menuruti gelora gairah yang muncul dan biarkan pula struktur tulisan itu terbentuk apa adanya dalam bentuk draft kasar.
Pada tahap penulisan ini perlu dijelaskan bahwa menulis puisi berbeda dengan menulis genre sastra yang lain. Menulis puisi perlu kecermatan dalam memilih dan mengolah kata-kata. Bahasa yang digunakan dalam puisi bersifat khas, memadu dan padat. Akan tetapi agar tidak mengganggu proses penciptaan sebuah karya (puisi) abaikan dahulu aturan-aturan yang akan memangkas kreativitas kita dalam menulis. Bebaskanlah jiwa dan hati kita dalam mengekspresikan berbagai objek tulisan dalam bentuk larik-larik yang “bebas”. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Chaedar Alwasilah bahwa puisi ditulis untuk menyapa perasaan.. Memaknainya bukan melalui terjemahan kata per kata , tetapi melalui pengerahan batiniah sehingga pembaca dibawa tenggelam hanyut ke dasar samudera pengalaman. Oleh karena itu biarkanlah larik-larik puisi yang kita tulis dalam tahap ini diekspresikan secara spontanitas menyapa khalayak sebagai wujud pengerahan batiniah kita dalam berbagi pengalaman tanpa terganggu oleh berbagai ikatan yang berkenaan dengan aturan teknis menulis puisi.
Bisakah Anda mengikuti langkah praktis ini? Mari, bergabunglah untuk menulis kreatif!

5. Tahap Revisi
Tahap ini merupakan kegiatan editing ( mengedit, menyunting). Editing adalah proses yang dilakukan oleh penulis untuk melakukan seleksi dan perbaikan atau koreksi terhadap apa yang telah diekspresikan dalam tahap penulisan. Penulis membaca kembali tulisan yang beberapa hari telah disimpannya.
Dalam tahap revisi ini diperlukan kecermatan penulis dalam menyempurnakan karya yang ditulisnya (puisi). Di sinilah kita melakukan evaluasi atau kontrol terhadap tulisan. Periksalah secara detail dengan kemampuan dan daya apresiasi yang kita miliki. Apakah kata-kata yang sudah dipilih telah secara tepat mewakili pesan sesuai dengan yang kita maksudkan? Apakah unsur estetis yang harus dibangun dalam puisi itu sudah terjelma ? Apakah tifografi yang kita rancang telah sesuai dengan objek yang kita ekspresikan? Atau mungkinkah kita belum memanfaatkan sarana retorika yang akan mempercantik kualitas puisi yang kita lahirkan? Adakah penggunaan simbol dan imaji dalam puisi kita? Apakah secara keseluruhan struktur puisi itu terbangun dengan komposisi yang harmonis? Apakah semua elemen dalam puisi telah terjalin secara padu dan kompak?
Beberapa pertanyaan yang diajukan dapat menjadi panduan dalam melakukan revisi hasil tulisan. Yang perlu diperhatikan pula adalah sentuhan akhir dari kepekaan kita untuk mengolah semua elemen tersebut agar menghasilkan puisi yang memenuhi unsur estetis dan bernilai.

Lima Langkah Mudah Menulis Puisi

Apresiasi | 18.46 | 1komentar

LIMA LANGKAH MUDAH MENULIS PUISI

Ø Jika kamu dapat membayangkannya, maka kamu dapat mencapainya;

Jika kamu bisa memimpikannya, maka kamu bisa mewujudkannya.

(William Ward)

Pada bab sebelumnya Anda telah mempelajari beberapa teknik ekspresi dalam menulis puisi. Beberapa teknik itu dapat mempermudah para penulis (pemula) untuk memulai menulis puisi.

Pada hakikatnya penulis puisi (penyair) adalah seseorang yang berbicara kepada orang lain melalui puisi yang dihasilkannya. Dengan puisilah penyair berdialog, berbagi pengalaman dengan orang lain. Suminto A. Sayuti menjelaskan bahwa sesungguhnya puisi merupakan sarana pilihan penyair dalam membangun komunikasi dengan audiensnya. Dengan demikian penyair adalah orang yang mampu berbagi dengan orang lain dan berkesadaran penuh bahwa apa yang terjadi dalam kehidupannya bukanlah untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain. Di sinilah letak kelebihan seorang penyair dari yang lainnya yaitu mampu membangun komunikasi lewat larik-larik yang dituliskannya sehingga mampu menyapa, menegur, mengkritik, menasihati, menghimbau, menegakkan sesuatu yang dianggap benar, atau melakukan bentuk komunikasi lain sesuai dengan kebutuhannya tanpa dibatasi ruang dan waktu. Intinya, menulis puisi memberikan kebebasan kepada penulisnya untuk berekspresi.

Aktivitas seperti itu memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk bebas berkreasi, bebas berekspresi kepada siapa saja dan tentang topik apa saja. Ini merupakan tantangan yang hampir setiap orang dapat mewujudkannya. Sebuah aktivitas yang mengasyikan! Oleh karena itu wujudkanlah impian menjadi penulis dan jadilah seorang penulis muda produktif!

Untuk mewujudkan hal di atas, berikut ini akan diuraikan proses kreatif yang dialami penulis dan berangkat dari pendapat William Miller seperti dikutip Jakob Sumardjo yang diimplementasikan dalam bentuk tahap-tahap sederhana dan sistematis seperti tampak paparan berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah langkah awal yang perlu dilakukan oleh setiap penulis untuk menemukan gagasan, ide, dan topik lain yang muncul karena adanya ketertarikan penulis terhadap masalah yang akan ditulisnya. Pada tahap ini penulis telah mengetahui objek apa yang akan dituliskannya.

Kemampuan untuk menemukan objek atau bahan yang akan dikembangkannya dalam tulisan berbentuk puisi dapat diperoleh melalui kepekaan perasaan, penghayatan terhadap pengalaman dan fenomena yang dialami dan tentu saja sensitivitas terhadap realitas yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sensitivitas itulah yang akhirnya mampu menggiring penulis untuk menemukan objek yang akan ditulisnya berupa permasalahan yang dianggap menarik dalam pandangan pribadinya, dan layak diangkat sebagai sebuah topik tulisan, misalnya: penulis dapat menemukan gagasan tentang masalah kepedulian lingkungan, harga diri, cinta, kematian, kesemrawutan negeri, atau ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam tahap ini penulis berkesadaran penuh tentang apa (gagasan) yang akan ditulisnya, dan merancang bagaimana model pengembangan larik-larik puisinya.

2. Tahap Inkubasi

Tahap inkubasi adalah tahap yang berhubungan dengan suatu proses pemikiran penulis tentang gagasan yang telah diperolehnya. Pada tahap ini gagasan yang telah diperolehnya itu disimpannya, dan dimatangkan dalam pemikirannya. Jika beranalogi pada istilah biologi, inkubasi dapat berarti “proses penetasan telur”, inkubasi dapat diinterpretasikan sebagai masa tunas yang memerlukan pematangan agar mampu melahirkan hasil yang sesuai harapan.

Dalam konteks pematangan ini terjadi kontemplasi atau perenungan terhadap gagasan yang telah diperolehnya, sehingga dalam aktivitas keseharian yang dilakukan penulis dapat mewarnai pematangan gagasan tersebut, misalnya ketika istirahat, menunggui teman atau adik, menunggu antrian di tempat praktik dokter, menunggu hujan reda, atau aktivitas lain yang sudah menjadi bagian dari rutinitas kehidupan kita. Bisa jadi gagasan tersebut diperbarui, diberi sentuhan lain sehingga nuansa yang akan dikembangkannya nanti benar-benar hasil perenungan mendalam dan penulis berkeyakinan bahwa gagasan tersebut dapat menjadi sebuah objek yang “pas di hati” dan daya sugesti kata dalam larik-larik puisinya mampu melejitkan aura!

3. Tahap Inspirasi

Langkah ketiga adalah tahap inspirasi. Inspirasi itu sesuatu yang menggerakan hati untuk mencipta, untuk melahirkan sebuah karya.. Inspirasi ini dapat menjadi langkah awal dari proses kreatif penulis dalam melahirkan sebuah karya. Tahap ini berhubungan dengan pikiran (angan-angan) yang timbul dari hati dan mampu menggerakkan sensor pikiran kita untuk segera menuliskan bisikan hati (gagasan) tersebut. Ya, pada moment ini muncul desakan kuat untuk segera menulis yang tidak bisa ditunda lagi.

Beberapa pakar berpendapat bahwa tahap penting ini jangan sampai dibiarkan lewat tanpa makna. Mengapa? Sebab desakan kuat tersebut berhubungan dengan mood yang bagus, moment yang tepat, dan suasana yang mendukung proses terlahirnya sebuah karya kreatif. Jangan pernah kita lewatkan tahap penuh gairah ini.

4. Tahap Penulisan

Tahap ini adalah tahap melahirkan dan mengekspresikan semua gagasan yang sudah terkumpul dalam tahap-tahap sebelumnya. Secara eksplisit Jakob Sumardjo menegaskan bahwa jika saat inspirasi muncul maka segeralah lari ke meja tulis atau komputer atau segeralah ambil ballpoin dan segeralah menulis! Tuangkanlah gagasan yang telah ada, biarkan semua gagasan tersebut mengalir sederas mungkin dan termuntahkan dalam tulisan secara tuntas..

Yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah kita tidak perlu mengontrol tulisan. Jangan menilai tulisan pada tahap ini. Biarkan tulisan itu mengalir secara spontanitas menuruti gelora gairah yang muncul dan biarkan pula struktur tulisan itu terbentuk apa adanya dalam bentuk draft kasar.

Pada tahap penulisan ini perlu dijelaskan bahwa menulis puisi berbeda dengan menulis genre sastra yang lain. Menulis puisi perlu kecermatan dalam memilih dan mengolah kata-kata. Bahasa yang digunakan dalam puisi bersifat khas, memadu dan padat. Akan tetapi agar tidak mengganggu proses penciptaan sebuah karya (puisi) abaikan dahulu aturan-aturan yang akan memangkas kreativitas kita dalam menulis. Bebaskanlah jiwa dan hati kita dalam mengekspresikan berbagai objek tulisan dalam bentuk larik-larik yang “bebas”. Ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Chaedar Alwasilah bahwa puisi ditulis untuk menyapa perasaan.. Memaknainya bukan melalui terjemahan kata per kata , tetapi melalui pengerahan batiniah sehingga pembaca dibawa tenggelam hanyut ke dasar samudera pengalaman. Oleh karena itu biarkanlah larik-larik puisi yang kita tulis dalam tahap ini diekspresikan secara spontanitas menyapa khalayak sebagai wujud pengerahan batiniah kita dalam berbagi pengalaman tanpa terganggu oleh berbagai ikatan yang berkenaan dengan aturan teknis menulis puisi.

Bisakah Anda mengikuti langkah praktis ini? Mari, bergabunglah untuk menulis kreatif!

5. Tahap Revisi

Tahap ini merupakan kegiatan editing ( mengedit, menyunting). Editing adalah proses yang dilakukan oleh penulis untuk melakukan seleksi dan perbaikan atau koreksi terhadap apa yang telah diekspresikan dalam tahap penulisan. Penulis membaca kembali tulisan yang beberapa hari telah disimpannya.

Dalam tahap revisi ini diperlukan kecermatan penulis dalam menyempurnakan karya yang ditulisnya (puisi). Di sinilah kita melakukan evaluasi atau kontrol terhadap tulisan. Periksalah secara detail dengan kemampuan dan daya apresiasi yang kita miliki. Apakah kata-kata yang sudah dipilih telah secara tepat mewakili pesan sesuai dengan yang kita maksudkan? Apakah unsur estetis yang harus dibangun dalam puisi itu sudah terjelma ? Apakah tifografi yang kita rancang telah sesuai dengan objek yang kita ekspresikan? Atau mungkinkah kita belum memanfaatkan sarana retorika yang akan mempercantik kualitas puisi yang kita lahirkan? Adakah penggunaan simbol dan imaji dalam puisi kita? Apakah secara keseluruhan struktur puisi itu terbangun dengan komposisi yang harmonis? Apakah semua elemen dalam puisi telah terjalin secara padu dan kompak?

Beberapa pertanyaan yang diajukan dapat menjadi panduan dalam melakukan revisi hasil tulisan. Yang perlu diperhatikan pula adalah sentuhan akhir dari kepekaan kita untuk mengolah semua elemen tersebut agar menghasilkan puisi yang memenuhi unsur estetis dan bernilai.

Teknik Ekspresi dalam Menulis Puisi

Apresiasi | 18.33 | 1komentar
MEMBEDAH TEKNIK EKSPRESI

 Kegagalan yang sesungguhnya terjadi
jika manusia menolak untuk mencoba
(Author Unknown)



Kutipan di atas merupakan seruan pembangun motivasi bagi para penulis muda untuk meretas jalan menuju komunitas penulisan kreatif. Ya, salah satu pilihan yang dapat mengantarkan seseorang kepada proses penulisan kreatif adalah dengan menulis puisi.
Menulis puisi pada hakikatnya adalah cara lain berkomunikasi antara penulis dengan orang lain melalui media bahasa tulis. Dengan mengolah bahasa, bermain kata-kata, penulis dapat secara bebas berekspresi mengomunikasikan berbagai hal tentang apa yang ada dalam kehidupan pribadinya. Mengolah bahasa dalam puisi berbeda dengan mengolah bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Dalam menulis puisi, seseorang harus bergumul dengan berbagai ungkapan, simbol, metafor agar menghasilkan gambaran yang bernilai. Selain itu menulis puisi juga menuntut seseorang untuk mampu mengungkapkan ide secara kreatif.
Kata kunci yang dapat mempermudah seseorang untuk melahirkan sebuah tulisan adalah semangat untuk mencoba dan berkreasi secara sungguh-sungguh menggali berbagai ide sebagai bahan atau objek tulisan. Tanpa hal itu, biasanya penulis (pemula) sering mengalami kebuntuan ide, tidak tahu harus memulai tulisan dari bagian yang mana atau kendala lain yang sering menyurutkan langkah seseorang menuju ”dunia tulis” yang sesungguhnya mengasyikan itu. Oleh karena itu, spirit untuk mencoba harus dibangun agar memperkokoh tekad kita untuk menjadi seorang penulis dalam dunia sastra.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk dapat melahirkan sebuah tulisan berbentuk puisi. Tentu saja puisi yang kita tulis adalah puisi yang memiliki nilai-nilai sastra, yang estetis dan puitis.. Beberapa cara itu dapat dijadikan salah satu teknik untuk mengekspresikan apa yang kita inginkan. Berikut ini akan diuraikan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memulai m.enulis puisi.

Mengekspresikan Suasana Hati
Dalam kehidupan kita sehari-hari tentu saja tidak akan terlepas dari berbagai kondisi. Ada suatu kondisi yang membuat kita senang, bahagia, sedih, bahkan terluka dan terhina. Kondisi yang kita alami dan kita rasakan dapat menjadi sumber inspirasi yang berharga agar menghasilkan sebuah karya kreatif. Tema yang dapat dengan mudah kita tuangkan adalah dengan mendeskripsikan apa yang kita alami dan kita rasakan dalam kehidupan kita. Mengapa demikian? Suasana hati adalah wahana yang dapat mudah kita akrabi untuk menulis puisi. Perhatikanlah larik-larik dalam puisi berikut.
DALAM HUJAN


Menembus belantara air
Menjalani hati miris saat bumi kuyup
Tuhan, hujan ini limpahan berkah
Mengapa hatiku begitu senyap?
(Harmoni, 2010:37)
Puisi di atas merupakan model puisi yang ditulis dengan teknik mengekspresikan kegundahan suasana hati seseorang. Mudah bukan?

Memaparkan Harapan atau Kenyataan
Teknik yang dapat dengan mudah kita lakukan dalam menulis puisi adalah memaparkan harapan kita. Setiap orang tentu memiliki harapan atau cita-cita. Harapan atau cita-cita kita dapat pula terekspresikan dalam doa-doa kita pada saat selesai melaksanakan ibadah. Tidak ada orang yang hidup tanpa memiliki harapan. Hidup adalah sebuah petualangan yang memerlukan optimisme. Oleh karena itu optimislah dalam memandang kehidupan agar kita mampu meraih apa yang kita inginkan.
Teknik lain yang dapat kita pilih selain memaparkan harapan-harapan kita adalah memaparkan kenyataan hidup yang kita alami. Cermatilah dua contoh puisi Teti Gumiati berikut.
Puisi 1
YA RABBI, KAPAN AKU SIAP
Ya Rabbi, kapan aku siap
menjalani perih
tanpa sedih

Ya Rabbi, kapan aku siap
berjalan di atas luka
tanpa keluh kesah

Ya Rabbi, kapan aku siap
meniti hari-hari
pada sirath yang Kau ridoi
kapan aku siap
menempuh seluruh petunjuk
tanpa tawar menawar
tanpa banyak alasan

Kapan pula aku siap
datang pada-Mu, bila Kau memanggilku
dengan keihklasan
dan bekal yang kutuai dari ladang amal

Ya, Rabbi !
ampuni ketidaksiapanku
(Harmoni, 2010:22)
Puisi 2
SEBUAH PELAYARAN
Kita sedang berlayar
telah kutetapkan kau sebagai qawam
rumah adalah kapal
bagian yang bocor kita tambal

Kita akan terus berlayar
bekal telah disiapkan
anak-anak jangan ketinggalan
aku tak ingin kehilangan
bukankah Nuh telah memberi pelajaran

Kita akan terus berlayar
Mengembara dari pulau ke pulau
Singgah di bandar-bandar

Angin melajukan kapal
usah panik bila badai menghantam
atau karang menghadang
atau cuaca tak nyaman

Layar agung dibentangkan
haluan diluruskan
menuju dermaga milik-Nya
(Harmoni, 2010:21)

Contoh puisi 1 di atas menggambarkan harapan seorang umat untuk dapat melaksanakan ibadah ke tanah suci. Sebuah keinginan yang dapat dituangkan dengan sangat sederhana tapi dengan dikomunikasikan dengan sentuhan bahasa yang padat dengan nuansa religi. Hasil akhirnya larik-larik tersebut diharapkan mampu menyentuh hati pembaca. Sedangkan dalam contoh puisi 2 dapat kita lihat sebuah pemaparan kenyataan yang dialami seseorang dengan deskripsi metafor sebuah pelayaran. Deskripsi dalam larik-larik tersebut menunjukkan larik-larik yang sarat dengan kekuatan dalam mengolah imaji. Tampak pula ketegaran penulis mengarungi kehidupan penuh dengan perjuangan dan optimisme. Puisi ini diharapkan mampu menunjukkan sisi lain, yaitu memotret romantisme kehidupan!

Memotret Objek Alam
Pada bagian ini akan dijelaskan bahwa teknik lain yang dapat kita lakukan dalam menuangkan gagasan dalam puisi adalah melalui teknik memotret objek alam. Dengan teknik ini kita dapat memanfaatkan saat-saat liburan, wisata dengan keluarga ke objek-objek pilihan akan sangat bermanfaat dalam memperkaya wawasan kita untuk menulis. Sebuah perjalanan menuju objek wisata pun dapat kita manfaatkan sebagai bahan tulisan.Tentu saja ini sebuah alternatif yang layak kita coba. Dengan melakukan karya wisata kita bukan hanya dapat meningkatkan kualitas hubungan dengan keluarga, tetapi juga dapat beroleh sumber inspirasi yang akan memudahkan kita dalam menulis. Ya, alam adalah sebuah lahan yang tak pernah kering untuk membuat kita semakin produktif.
Perhatikanlah contoh puisi yang berhasil ditulis dengan memanfaatkan teknik memotret objek alam berikut.
CIPANAS PAGI-PAGI


Mewangi bersama semilir angin
dalam aroma subuh, aroma seledri berbaur
dengan hijau segar sayuran bertemu embun

senyum petani menguak pagi
mendendangkan harap di lembaran saosin
kegembiraan mekar seperti bunga kol
hati sumringah seranum buah tomat
tembang lamat-lamat
terhisap nafas sepenuh jiwa

doaku petani makmur senantiasa
negeri ini milik sendiri
kekayaan jangan dibawa orang lari
(Teti Gumiati, Harmoni, 2010:10)
Puisi di atas merupakan sebuah pengalaman yang berisi potret alam dengan nuansa pertanian yang sangat kental. Alam Indonesia yang kita cintai ternyata surga yang layak kita nikmati. Betapa panorama Cipanas ini menyejukkan suasana di pagi hari. Atmosfir yang sangat kentara adalah adanya kesegaran daun-daun yang begitu menyejukan suasana.Bagaimana dengan pengalaman wisata pembaca? Ayo buktikan. Menulislah!
Mengenang Masa Silam
Perjalanan hidup setiap orang penuh dinamika. Dinamika itulah yang akhirnya menjadikan setiap orang mempunyai catatan kehidupan yang dirangkai dalam bentuk kenangan. Mungkin kenangan tentang masa kecil, masa silam yang penuh dengan canda tawa, potret kebersamaan dengan teman lama yang sempat terkoyak, romantika dengan kekasih , atau merenungi kebersamaan dengan keluarga yang sekarang berada di tempat yang terpisah. Sisi kenangan lainnya yang dapat kita jadikan objek dalam menulis puisi adalah kenangan muram dalam catatan sejarah kehidupan kita.
Teknik menuangkan gagasan dengan cara mengenang masa silam dalam puisi dianggap sebagian orang sebagai teknik yang paling mudah dilakukan. Mengapa demikian? Biasanya dengan mengenang sesuatu yang mendapat tempat khusus di hati kita akan mendorong imaji kita untuk mengalirkan ide-ide yang terkadang tersendat-sendat dalam menulis. Mengenang masa silam dapat merangsang seseorang untuk lebih mudah dalam menulis dan lebih sensitif dalam berkontemplasi atau melakukan perenungan. Sebuah teknik menulis yang layak dicoba!
Sekarang, mari kita lihat contoh puisi yang terlahir dengan memaparkan kenangan masa silam seseorang.
PANTAI BOJONG SALAWE

Angin telah kehilangan desir
karena pohon pandan tak ada lagi di pesisir
tinggal pasir-pasir beterbangan
udara panas memabukkan

hanya tambak-tambak udang
yang setia menyimpan serpihan kenangan

Aku tak lagi punya nyali
Berperahu menuju Nusawiru
mengintip ikan berenang di air payau
bercanda di antara pohon bakau

dan masih adakah ikan sumbilang
diberikan nelayan berdada telanjang
yang pantang menyerah menyulam kisah di lautan
walau terjangan ombak
kadang menghalangi jalan kembali ke daratan
(Teti Gumiati, Harmoni, 2010:11)

Menyampaikan Pesan atau Nasihat
Alternatif lain yang dapat kita jadikan teknik dalam menulis puisi adalah melalui cara menyampaikan pesan atau amanat. Pesan atau amanat merupakan hal sering dilakukan dalam kehidupan. Nasihat itu dapat diekspresikan dalam puisi dengan cara mengajak, menghimbau, sebuah seruan bijak, atau pepatah menuju kebaikan. Nilai-nilai kehidupan yang sangat bermanfaat menuju kebaikan hidup seseorang merupakan celah yang dapat kita manfaatkan untuk kegiatan kreatif kita.
Bagaimana dengan dongeng pengantar tidur untuk adik atau anak kita? Itu pun dapat kita ramu menjadi sebuah nasihat yang dituangkan ke dalam larik-larik sarat dengan nilai-nilai filosofis. Cermatilah puisi berikut untuk membuktikan bahwa sebuah nasihat dapat dijadikan salah satu teknik dalam menulis puisi.
YANG KAMU BILANG


Mungkin benar apa yang kamu bilang
Kita telah ditakdirkan
Hidup di negeri rawan bencana

Mungkin benar apa yang kamu bilang
Kita tak hirau lagi
Membaca alam
Yang tak henti-hentinya mengirimkan pesan

Mungkin benar apa yang kamu bilang
Banjir dan longsor
Adalah teguran
Mungkin benar apa yang kamu bilang
Tegakah kita nodai alam
Memangkas mimpi dan harapan masa depan?
(Teti Gumiati, Harmoni, 2010:14 )

Memuja Tokoh Idola
Setiap orang tentu memiliki ketertarikan kepada sesuatu dalam kehidupan pribadinya. Ketertarikan itu dapat berupa hal yang abstrak maupun yang konkret atau nyata. Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk melahirkan gagasan dalam puisi yaitu dengan menuangkan obsesi dasar penulis melalui ketertarikannya terhadap permasalahan dalam hidup manusia, misalnya tentang politik, cinta, maut, petualangan, misteri, kepedulian, atau tokoh idola.
Apakah Anda mempunyai idola? Idola adalah tokoh yang kita cintai, figur yang kita senangi, atau seseorang yang kita teladani. Oleh karena itu tokoh idola biasanya menjadi figur yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan kita. Tokoh idola ada di mana-mana.Tokoh idola ada di sekitar kehidupan kita.
Langkah awal yang dapat mempermudah Anda mengekspresikan kekaguman terhadap tokoh idola adalah dengan menggunakan sarana retorika berupa perbandingan atau metafor yang sangat sederhana. Mulailah dengan yang sederhana namun mampu menyentuh jiwa!
Cermatilah contoh larik-larik puisi berikut!

Mama adalah telaga bagi jiwa yang kering
Sepoi angin bagi raga yang lelah
Mata air bagi hati yang kerontang
Pada kekuatan cintamu anak-anakmu bersandar!

Contoh larik puisi di atas menunjukkan kekaguman seorang anak kepada ibunya. Seorang ibu yang diidolakan digambarkan dengan menggunakan metafor yang dipilih secara sederhana yaitu telaga, sepoi angin, dan mata air. Kekuatan cinta seorang ibu menjadi sandaran yang maha dahsyat. Simpel bukan? Tunggu apa lagi? Ayo menulislah!

Mengungkapkan Kepedulian
Banyak peluang yang dapat kita manfaatkan sebagai objek tulisan. Peluang itu ada di seputar kehidupan manusia. Apa yang kita alami, apa yang kita rasakan, apa yang kita baca, atau apa yang terjadi di sekitar lingkungan kita dapat menjadi larik-larik yang mampu mewakili penyair untuk dapat berkomunkasi dengan orang lain.
Mengupas apa yang terjadi dalam lingkungan kehidupan manusia adalah alternatif yang dapat dengan mudah kita paparkan. Mengapa demikian? Apa yang terjadi dalam lingkungan kita dapat dengan mudah kita simak, kita rasakan, kita maknai, dan kita ceritakan. Untuk memantapkan pemahaman Anda, cermatilah kutipan puisi Yayah Mariah berikut!



TENTANG KABAR DARI LANGIT

Ada kabar dari langit
beritanya diterbangkan angin lewat puting beliung

Dan bumi menyulam kisahnya sendiri
tentang suhunya yang semakin tinggi
menguarkan gerah dan aroma keringat

Lalu salju abadi menangis
leleran air matanya jadi gelombang laut yang menggunung
lalu samudra memuntahkan bah
menenggelamkan kota-kota

Kita semua panik lalu tengadah ke langit
berarak asap sisa pembakaran merobek birunya
dan kita terperangkap dalam karbondioksida yang menggila
mabuk lalu tersungkur jatuh

lalu kita pun sepakat
menanam satu, dua, bahkan sejuta pohon
tapi dengan galak para pembalak
masuk hutan dengan senso di tangan
hendak memangkas kehidupan
(Ambillah Bulan, 2009:3)

Puisi di atas mengungkapkan tentang apa yang terjadi akhir-akhir ini di seputar kehidupan masyarakat Indonesia. Bernagai bencana yang melanda tanah air kita tentu membuat kita prihatin Bagaimana mungkin kita berpangku tangan melihat kondisi negeri kita yang rawan bencana. Dituntut sebuah gerakan moral untuk peduli terhadap lingkungan hidup kita.
Kepedulian terhadap lingkungan dalam contoh kutipan puisi di atas dihadirkan melalui kritik sosial kepada para pembalak yang dengan pongahnya mengerahkan segala kekuatan untuk mengeruk keuntungan pribadi dan mengabaikan kelestarian alam. Penggunaan sarana retorika dan pilihan kata yang sederhana, dan sangat akrab di telinga dapat memudahkan kita untuk memahami, memaknai, dan menikmati puisi yang kita baca.

Mengkritisi Kebijakan
Panggung kehidupan manusia sesungguhnya tidak terlepas dari kebijakan yang berlaku di suatu negeri. Kebijakan yang digulirkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Kondisi ini dapat memicu masyarakat untuk mengkritisi kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan publik.
Sebagai tulisan yang mampu mengomunikasikan sebuah pesan, puisi dapat pula memotret fenomena yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia. Bahkan dengan mengolah bahasa secara kreatif, kritik sosial yang dilontarkan kepada pihak penentu kebijakan lebih komunikatif jika disajikan dalam larik-larik puisi .
Berikut ini dapat dilihat contoh puisi yang isinya mengkritisi kebijakan pemerintah.

SEBUAH PERMOHONAN

Jangan tolong jangan merangkak lagi
Apalagi melejit, mengangkasa ke udara
Kaki kami sudah tak kuat lagi menjajaki
Walau cuma satu langkah
Lagi

Harga beras telah lama tak ramah
Minyak tanah hilang di tempat entah
Daging dan telur impian tak terjangkau
Tempe dan tahu ...
Tempe dan tahu...
Ikut-ikutan jadi seutama-utama menu

Jangan, jangan naik lagi
Harga-harga tak usah naik lagi
Kamu tahu kami harus makan apa
Kami memasak bagaimana
Elpiji bagi kami hanya mimpi
Kayu bakar mana mungkin ditemui
(Ambillah Bulan, 2009: 27)
Puisi Sebuah Permohonan tadi mengungkapkan suara hati seseorang yang merasakan getirnya kehidupan di masa-masa sulit. Untuk tetap dapat bertahan hidup sebuah permohonan dilontarkan agar pihak penentu kebijakan memperhatikan kalangan bawah yang menjerit menuntut kearifan.
Kritik sosial yang disampaikan terlahir dan digali dari ketajaman, kepekaan rasa penyair terhadap masalah sosial yang terjadi di seputar kehidupannya. Sebuah realita yang layak diangkat menjadi bahan renungan semua pihak. Bagaimana dengan potret kehidupan yang Anda alami? Ungkapkan dan jadikanlah larik-larik yang menarik!