Home » » KUMPULAN PUISI HARMONI

KUMPULAN PUISI HARMONI

Apresiasi | 20.11 | 0 komentar
BAGIAN I : CAKRAWALA NEGERI


SELAMATKAN BUMIKU


Bumiku adalah negeri dengan sejuta
permata
Bumiku adalah negeri dengan ribuan
keteduhan daun-daun
Bumiku adalah samudera dengan gelora
membara
Bumiku adalah kilau emas
di tanah persada
Pesona surgawi di tanah khatulistiwa

Generasiku,
Lihatlah tunas-tunas itu
Tancapkan tonggak
Jalinkan benang-benang pemikat
Buatkan jala kepedulian
Bingkaikan perisai keselamatan
Buktikan cinta tanah kelahiran

Generasiku
Lestarikan keteduhan bangsaku
Selamatkan Bumiku
Selamatkan Indonesiaku !


GERSANG


Ketika tangan-tangan tak lagi
bersahabat
Mungkin tak mungkin lagi
kita melihat
kristal di ujung-ujung daun
menyambut rona-rona embun

ternyata bumi tercinta
sesak penuh hamparan
sisakan tanah dan ladang gersang
dan tlah buat kita meradang

Bumiku malang…
Bumiku gersang…


YANG BERSEMI DI KEBUN TEH


Di puncak pagi itu
dua pasang mata menerawang
berkelana dalam bentang panorama kebun teh
melayap menikmati gundukan rumpun daun-daun

di puncak pagi itu
sinar mentari tersenyum mesra
menebarkan kehangatan abadi
dan bersemi di antara dua hati
yang meretas jalan pelestarian
wujud cintai lingkungan

di puncak pagi itu
tetes air yang bergelayut di pucuk-pucuk daun
menawarkan kesegaran
menjanjikan kedamaian
melagukan keteduhan
memanjakan cinta yang melompat-lompat
di dasar palung hati dua insan

di puncak pagi itu
alam yang hijau semaikan benih
tumbuh dan bersemi
dalam raga cintai tanah kehidupan

di puncak pagi itu
hamparan pesona memikat mata
Ya…pagi itu
nuansa hijau manjakan tanah persada

hijau itu indah
hijau itu sejuk
hijau itu surga
menuju keselamatan khatulistiwam


PADA BENING MATA AIR


Sisa embun tadi pagi
mengingatkanku pada catatan masa kecil
catatan dengan lembaran-lembaran kenangan
yang tertulis dengan warna tinta terang
menorehkan kilas balik cerita
masa silam yang tlah lama tak kukenang

Terpikatlah aku
pada tanah kelahiran
tanah dengan kilau pesona
di antara gemericik suara air
di antara telaga-telaga bening
janjikan mata air
sejukkan suasana

Pada bening mata air
Kuterawang rindu

Pada bening mata air
Kau janjikan damai di hatiku


NYANYIAN LADANG

Pagi tadi
saat mentari tersenyum pancarkan
sinar hangatnya
seonggok kisah
terselip di antara gundukan ladang

Aku melihat
aura itu terpancar
dari wajah-wajah yang semakin tua
tangan-tangan yang kejam
adalah potret sosok keperkasaan


SIMFONI


Dengan kaki telanjang
kau telusuri jalan pematang
di antara hijau daun-daun
di antara jamrut berbalut embun

Tanah ladang harapan
sawah-sawah penerang masa depan
adalah mutiara
bak pelipur lara
di wajah yang renta

Ayah…
setiap langkahmu adalah teladan
jejak ceritamu torehkan sejarah
buatkan harmoni di ujung waktu
simfoni kehidupan untuk anakmu


RUMAH BURUNG

Pohon mangga itu
rimbun bertahun-tahun
dalam kilau embun dan bayang-bayang

Pohon mangga itu
gagah mencengkram tanah
dalam paparan siang
burung-burung membawa rerumputan
sibuk membangun sarang
rumah bagi peradaban

Pohon mangga itu
tolong jangan ditebang
karena itu berarti penggusuran


ANGIN SUBUH


Menghembuskan sejuk
dalam keheningan maknawi
titik pemberangkatan
bagi sebuah perjalanan

ada kejora mengerdipkan sinyal
sebuah keberanian
yang telah lama dibekap malam
kita mesti pergi
bersama matahari

Angin subuh
menghembuskan wangi bumi
paling suci
mari cepat berkemas
menjemput rahmat
dan arti sebuah hakikat


CIPANAS PAGI-PAGI


Mewangi bersama semilir angin
dalam aroma subuh, aroma seledri berbaur
dengan hijau segar sayuran bertemu embun

senyum petani menguak pagi
mendendangkan harap di lembaran saosin
kegembiraan mekar seperti bunga kol
hati sumringah seranum buah tomat
tembang lamat-lamat
terhisap nafas sepenuh jiwa

doaku petani makmur senantiasa
negeri ini milik sendiri
kekayaan jangan dibawa orang lari


PANTAI BOJONG SALAWE


Angin telah kehilangan desir
karena pohon pandan tak ada lagi di pesisir
tinggal pasir-pasir beterbangan
udara panas memabukkan

hanya tambak-tambak udang
yang setia menyimpan serpihan kenangan

Aku tak lagi punya nyali
Berperahu menuju Nusawiru
mengintip ikan berenang di air payau
bercanda di antara pohon bakau

dan masih adakah ikan sumbilang
diberikan nelayan berdada telanjang
yang pantang menyerah menyulam kisah di lautan
walau terjangan ombak
kadang menghalangi jalan kembali ke daratan

Margacinta, Desember 2009
Share artikel ini :

0 komentar:

Posting Komentar